Sabtu, 15 September 2012

Refleksi Perkuliahan 2 (Senin, 10 September 2012)

FILSAFAT DARI PERTANYAAN-PERTANYAANKU


Filsafat itu tergantung dari obyek dan metodenya. Obyek adalah apa yang dipikirkan dan metodenya adalah bagaimana memikirkannya. Orang yang tau bahwa bahwa filsafatnya itu sudah memasuki ranah spiritual adalah orang yang mempunyai pengalaman di bidang spiritual dan orang yang sedang memikirkannya dan mampu merefleksikannya.
Dari sisi filsafat, segala sesuatu obyek itu berdimensi. Lupa juga berdimensi, dimensi ruang dan dimensi waktu, lupa tentang apanya, lupa tentang dimananya, dan bagaimana lupanya. Orang yang tidak lupa adalah diriku yang sedang memikirkannya, sedangkan orang yang lupa adalah juga dirimu yang sedang tidak memikirkannya. Maka hidup ini 90% lebih adalah lupa. Misalkan saja saat anda memikirkan filsafat, sedangkan di luar filsafat adalah banyaknya tak berhingga. Maka lupa secara filsafat itu tidak lain tidak bukan adalah abstraksi, reduksi, pilihan di bawah sadar, dimana anda memilih suatu keadaan tidak sadar bahwa tidak memperhatikannya atau tidak memikirkannya. Lupa itu adalah sebagian besar daripada diri kita, karena yang kita pikirkan itu hanya sedikit dari fenomena yang banyak dan fenomena yang kita lupakan.
Ketika ada banyak orang berfilsafat, maka bisa saja dikatakan bahwa salah satunya benar dan yang lainnya salah, atau semuanya benar, atau semuanya salah. Dalam filsafat, benar itu berdimensi, bertingkat-tingkatan, dan bermacam-macam. Ada benar dalam pikiran anda dan benar dalam penglihatan anda. Benar dalam pikiran beda dengan benar dalam penglihatan, beda pula dengan benar dalam pendengaran. Dalam filsafat terdapat benar absolut atau benar dalam spiritual dan benar material (benar secara hukum alam atau dalam hukum sebab akibat).
Dalam filsafat, orang lain yang ada di dalam diriku adalah semua yang sedang aku pikirkan, bisa saja istriku, anakku, cucuku, dan semua orang yang aku kenal. Jika anda pernah memikirkanku, berarti aku ada di dalam dirimu, itu misalnya.
Hermenetika itu tidak cukup hanya dipelajari, tapi dilaksanakan. Intisari dari hermenetika adalah menerjemahkan, yang meliputi semua hal. Karena dalam berfilsafat adalah olah pikir, maka menerjemahkan tidak cukup dengan memikirkannya tetapi juga melihatnya, mengatakannya, menuliskannya, dan melaksanakannya.
Dalam filsafat, jawaban yang benar atau salah yang relatif bukan tergantung alasannya, tetapi tergantung dimensinya, tergantung oleh konteks ruang dan waktu. Jawaban yang berlaku umum dan universal itu hanya satu, yang bersifat mono yang disebut monoisme. Jawaban umum yang berlaku umum itu adalah kebenaran spiritual, kebenaran monotheism, monotheisme. Jawaban yang berlaku umum artinya semakin ke universal atau semakin umum larinya ke hati, itu kebenaran absolut. tapi selama dia masih di dalam pikiran manusia, selama itu juga masih relatif.
Dalam berfilsafat, antara dua orang lebih boleh berbeda pendapat. Dalam diri seseorang saja ada banyak pikirannya tentang satu hal, meliputi hal-hal yang ada ataupun yang mungkin ada. Belajar filsafat itu sebetul-betulnya adalah membaca sumber primer, misalnya karya-karya Pythagoras, karya-karya Rene Descartes, dan lain sebagainya.
Filsafat Yunani Kuno menjadi acuan dari filsafat-filsafat lain karena, pertama, ada dokumennya, kedua, secara substansi orang Yunani Kuno adalah orang/bangsa yang pertama kali mengubah mitos menjadi logos. Pada saat itu ada kepercayaan bahwa pelangi itu adalah jembatan para bidadari yang turun dari langit ke bumi. Kemudian oleh para pemikir hal tersebut dibantah. Mereka mengatakan bahwa pelangi itu adalah bayangan dari sinar yang menembus air. Mereka membuktikannya dengan cermin yang dimasukkan ke dalam air dan ketika terkena cahaya, cahaya itu akan memantul pada tembok dan menghasilkan macam-macam warna.
Musuh besar filsafat yaitu mitos, atau sesuatu yang sudah kau anggap jelas. Mitos tidak semuanya jelek. Anak kecil itu belajar karena mitos, seperti dalam belajar makan, minum, dan sebagainya. Mereka belum menggunakan logos.
Secara filsafat, ilmu alam dan ilmu sosial lahirnya bersamaan, kalau ilmu biologi, sosiologi, dan sebagainya itu lahirnya setelah revolusi filsafat positivism. Jadi ilmu itu berkembang, ilmu yang berkembang itu bersifat positif, positif itu artinya meninggalkan filsafat, meninggalkan aspek-aspek yang tidak bisa dipercaya, maka dia menggunakan logiko, hipotetiko, dan seterusnya (metode-metode ilmiah sekarang ini).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar