SEKILAS
ANALISIS TENTANG HAKEKAT BERPIKIR IMANUEL KANT
Human
reason atau sama dengan pikiran manusia
itu akan menimbulkan pertanyaan yang tidak bisa dihindari, ini karena
hakekatnya, tetapi tidak bisa dijawab karena setiap aspek daripada berpikir itu
menurunkan atau diturunkan. Pikiran manusia itu sulit dimengerti tanpa
melakukan salah tafsir. Artinya kebanyakan orang itu melakukan banyak kesalahan
dalam menterjemahkan proses berpikir. Pikiran itu berangkat dari prinsip,
prinsip itu adalah kategori, kategori itu adalah intuisi. Ada dua prinsip
berpikir, yaitu identitas dan kontradiksi.
Di
atas prinsipel seseorang itu berpikir pikiran, sedangkan di bawah ia berpikir pengalaman. Yg di atas rasionalism
yg bawah empiricism. Pengambilan keputusan ada dua, yaitu analitik dan
sintetik. Analitik itu Subjek sama dengan Predikat, sedangkan sintetik itu
subjek tidak sama dengan predikat.
Analitik itu berarti identitas, sintetik berarti kontradiksi. Pada setiap
pengambilan keputusan ada dua pengambilan keputusan, yaitu analitik dan
sintetik. Analitik itu berdasarkan konsistensi koherensi, dan sintetik
berdasarkan pengalaman atau intuisi empiris. Kalau analitik merupakan pure
intuisi/intuisi murni. Yang namanya analitik itu A sama dengan B (subjek = predikat), predikat B itu masuk ke dalam A,
atau predikat B terletak atau masuk penuh ke dalam A. predikat B merupakan
bagian dari A, itu artinya sintetik. Memnbaca dengan tidak mengerti itu namanya
mitos, sedangkan membaca dengan mengerti itu namanya logos. Bisa berbicara tetapi
tidak mengerti itu namanya mitos.
Sebagai
contoh, Semua benda itu berkembang, ini dikatakan sebagai analitik. Ini sama
halnya kalau anda mengatakan “una” adalah “inu”. “Una” tidak bisa memahami “inu”
dan sebaliknya “inu” tidak bisa memahami “una”, yang seperti ini namanya
analitik. Misalnya semua benda punya berat. Kita bisa memaknai bahwa makna
berat itu berbeda dengan makna benda. Tambah unsur lagi yang namannya a priori. Semua alasan memenuhi prinsip a priori, tetapi memperoleh prinsip a priori itu ternyata pengalaman yang
disebut dengan sintetical judgement.
Sintetikal judgement maksudnya adalah memperolehnya a priori, atau prinsip di dalam semua teori berpikir. Oleh karena
itu mathematical judgement harusnya
sintetik, berarti sudah berbeda dengan mathematic yang dipikirkan oleh pure mathematic.
Kesimpulannya nanti bahwa matematika itu sintetik
a priori.
Sebagai
contoh, 7+5 = 12 itu sintetik. Karena 7+5 tidak sama dengan 12. Ini berarti 7+5
nya Imanuel Kant itu beda dengan 7+5 nya
pure mathematician. 7+5 nya pure mathematician itu bebas ruang dan waktu.
Ternyata 7+5 nya Imanuel Kant itu terikat oleh ruang dan waktu, yang disebut
sintetik. Jadi 7+5 itu berbeda dengan 12. Kita tidak bisa membuktikan bahwa
7+5=12. Itulah yang dimaksud dengan sintetik.
Terdapat
logika orang awam, logika formal, logika material, logika normative, logika
spiritual. Imanuel Kant membuat logika Transenden, yaitu logikanya para dewa.
Isinya adalah kategori, yang diperoleh dari intuisi. Kategori di dalam logika
trensenden ialah kita bisa membedakan singular, particular, universal itu masuk
pada kategori quantity. Kita bisa membedakan infinit negatif atau afirmatif itu
kategori quality. Kategori relasi disjungtif, hipotetical, categorical,
modality, problematika, asetorika, apodiktik. Semua problem berpikir termasuk
di sini. Jadi categorical sendiri masuk di dalam kelompok relasi.
Konsep
berpikir itu adalah sebagai kategori. Ada judgement, unity, plurality, totality,
reality, kemudian kalau dicari hubungannya modality dan possibility itu
merupakan impossibility, neceserity itu adalah kontingensi. Kalau dikaitkan
antara pikiran dengan pengalamannya. Kontingensi itu pengalaman, pengalaman itu
bersifat kontingen, yang bersifat unpredictable. Kalau analitik metodenya
deduksi. Analitik dengan deduksi itu cocok/ chemistry, bahasa itu chemistry. Deduksi
di sini bersifat transenden, deduksinya para dewa. Ada deduksi yang bersifat
empiris. Sebenarnya tidak ditemukan deduksi yang bersifat empiris dalam hakekat
orang yang berpikir.
Pengalaman
itu bersifat naik kemudian digunakan untuk berpikir, dan ada kategori terlebih
dahulu, termasuk bisa membedakan. Pengalaman itu bersifat manipul, kaitannya
dengan ruang berurutan, berkelanjutan dan berkesatuan, dan digabung menjadi
manipul, itulah membentuk pengalaman, Imanual Kant menyebutnya sebagai manipul.
Apersepsi itu bersifat sintetik. Perlu di ingat di pengalaman ada intuisi, di berpikir
ada intuisi. Jadi tidak bisa berpikir tanpa intuisi. Yang mendahului berpikir
itu adalah intuisi, jadi dalam mengajar kita tidak boleh merampas intuisi siswa.
Intuisi ada kaitanya dengan kesadaran. Maka letakkanlah kesadaran anda di depan
hakekat kalau anda ingin memahami suatu hakekat. Dalam mengajar di kelas terdapat
apersepsi. Apersepsi dalam pembelajaran maksudnya kesiapan siswa. Kesatuan
apersepsi itu disebut sebagai kesatuan transendental dari kesadaran diri.
Kesadaran diri ini penting untuk bisa berpikir a priori. Supaya bisa berpikir maka harus sadar dulu. Apersepsi
yang membentuk kesadaran tadi adalah prinsip yang tertinggi dari kesadaran
brpikir. Ruang dan waktu adalah intuisi. Ruang dan waktu jika di isi dengan
manipul kesatuan content, maka dia merupakan representasi tunggal tadi. Understanding
adalah kemampuan kognisi. Tujuan dari apersepsi yaitu untuk melakukan kegiatan
berpikir, supaya kita mampu berpikir.
Jika
berpikir berhubungan dengan objek nyata maka maksudnya dapat dipahami dengan
berbagai macam cara. Kita bisa memahami suatu objek dengan berbagai macam sudut
pandang, itu kalimat filsafatnya. Jadi ada prinsipel, ada skema, ada sistem,
ada aksioma, dalam pikiran kita. Jadi aksioma tidak hanya ada dalam matematika.
Kategori bisa menjadi aksioma. Kita bisa membedakan itu adalah aksioma kita. ”Ada”
hanya sebagai subjek, tidak mempuyai predikat. Itu adalah hakekat yang ada,
yang belum berrelasi dengan sifatnya. Di dalam berpikir itu pasti ditemukan
kontradiksi. Contohnya dunia itu bisa dikatakan mempunyai permulaan dan bisa
dikatakan tidak mempunyai permulaan. Itu semua karena keterbatasan pikiran
manusia.