INTUISI RUANG DAN WAKTU
Yang dimaksud dengan
ruang dalam filsafat meliputi ruang kongkrit, ruang formal, ruang normative
maupun ruang spiritual. Ada spiritual material, spiritual formal, spiritual normative
dan spiritual spiritual. Mengenai pemahaman ruang, ruang material hanya
dipahami oleh orang awam, orang-orang muda dan anak-anak. Cara mengenal ruang
secara intuisi, cara mengekstensifkan yaitu dengan menggunakan bahasa analog,
cara mengintensifkan yaitu menggunakan anstraksi dan reduksi. Kalau di
ekstensifkan dalam bentuk analog maka ruang itu ruang material, kemudian kita
menemukan bahwa ruang itu meliputi ruang material, ruang formal, dan ruang
normative. Ruang normative ialah ruang di dalam pikiran sendiri-sendiri, yaitu
bahwa ruang material, formal, normative, dan spiritual itu adalah ruang
normative, hanya ada di dalam pikiran. Ruang itu sendiri adalah intuisi. Ruang
materialpun sebetulnya hanya ada dalam pikiran. Maka intuisi dari ruang adalah
intuisi dari intuisi. Maka kita masing-masing mempunyai ruang yang ada dan yang
mungkin ada yang tak terhingga banyaknya. Setiap yang ada dan yang mungkin ada
itu sebetulnya adalah ruang.
Ruang itu sebetulnya
adalah wadah dan isi. Untuk memahami wadah maka pahamilah dengan isinya, untuk
memahami isi maka pahamilah dengan wadahnya. Ruang itu sebetulnya adalah
intuisi, kalau dia sebagai objek maka dia adalah wadah beserta isinya. Ruang tidak
mungkin tidak punya isi, dan tidak mungkin tidak punya wadah. Sebenar-benar
orang berilmu kalau dia sungkan terhadap ruang dan waktu.
Dalam ilmu pendidikan ruang
dikatakan klasifikasi, dalam filsafat dikatakan kategori. Maka karakter
matematika salah satunya ialah terampil menggolong-golongkan, karakter filsafat
ialah paham akan kategori, kategori itu adalah ruang itu sendiri, ilmu adalah
ilmu itu sendiri, tiada ilmu tanpa kategori. Sehingga setiap orang mempunyai
ruang dan waktunya masing-masing meliputi yang ada dan yang mungkin ada, maka
dikatakan ada yang namanya standar (dalam
politik pendidikan misalnya). Maka ada yang sama dalam pikiranmu dan pikiranku
ialah yang sama meliputi karakter-karakter ruang dan waktu, maka ada isomorpisme. Jikalau kemudian aku mampu
membentuk suatu sistim di dalam pikiranku makan engkau pula mampu membentuk
sistim berpikir, maka ada wadah dan isi yang sama antara diriku dan dirimu,
itulah disebut isomorpisme. Pikiranku
yang membangun sistim itu disebut arsitektur. Maka ada pola-pola hubungan atau
interaksi antara ruang yang satu dan ruang yang lain. Maka yang menembus ruang
dan waktu adalah dirimu, siapakah dirimu ternyata dirimu itu berdimensi. Dirimu
secara material adalah dirimu yang kongkrit, dirimu secara formal adalah
tulisanmu, dirimu secara normative adalah pikiranmu, dirimu secara spiritual
adalah doa dan amal perbuatanmu.
Yang ada dan yang
mungkin ada di dalam waktu bisa berurutan, berkelanjutan, dan bisa berkesatuan.
Dan dalam ruang diaksiomakan sebagai n
menuju tak berhingga. Intuisi bisa di awal, di tengah, dan di akhir. Maka
intuisi orang-orang yang berpengalaman berbeda dengan intuisinya orang-orang
yang tidak berpengalaman.
Da’jal adalah sistim
yang tidak kita kehendaki. Kaum kapitalis itu sebenarnya da’jal bagi yang menjunjung tinggi spiritualism. Karena kaum
tersebut yang didalamnya ada kapitalis, pragmatism, utilitarial, dan hedonism
itu empat serangkai yang meletakkan spiritual di tengah, maka ini tidak
terkendali.
Pengertian stigma itu
secara umum sebetulnya keadaan buruk yang menimpa kemudian kita tidak mau lagi
mengingatnya. Contoh stigma yang pernah dialami bangsa Indonesia adalah
penjajahan PKI. Ada subjek kuasa satu, subjek kuasa satu ini memerlukan
filsafat untuk memperlancar tugas-tugasnya/ mempertahankan kekuasaannya. Begitu
ada pergantian dari subjek satu ke subjek dua ada sesuatu yang berbeda, adanya
ketidak adilan dari objek kuasa. Jadi stigma itu sebagai suatu filsafat, tapi
filsafat yang sudah bermuatan motif tertentu.
Cara agar kita selalu
mampu menyelaraskan ucapan perkataan dengan tindakan kita yaitu satukanlah hati,
pikiran, ucapan dan tindakan di akhirat, selama di dunia kita hanya berusaha, kecuali
para Nabi. Pikiran dengan perkataan saja beda, kata-kata itu merupakan reduksi dari
pikiran kita, jadi tidak bisa dibandingkan pikiran yang banyaknya tak berhingga
dengan kata-kata yang sangat terbatas banyaknya, tetapi dalam filsafat bukan
seperti itu. Yang dimaksud adalah bagaimana kita bersikap bijaksana, maka orang
yang bijaksana adalah orang yang berilmu. Jadi cara agar kita selalu mampu
menyelaraskan ucapan perkataan dengan tindakan kita adalah carilah ilmu, karena
hanya orang berilmulah yang bisa.
Intuisi dalam infinit
regres adalah termasuk mempunyai kekuatan untuk mampu memahami, apa sebetulnya
yang disebut dengan infinit regres. Infinit regres sebetulnya adalah lingkaran,
tidak ada ujung dan akhirnya. Bagaimana caranya mengetahui? Yaitu dengan intuisi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar