Jumat, 16 November 2012

REFLEKSI PERKULIAHAN FILSAFAT ILMU (Senin, 12 November 2012)


INTUISI RUANG DAN WAKTU
Yang dimaksud dengan ruang dalam filsafat meliputi ruang kongkrit, ruang formal, ruang normative maupun ruang spiritual. Ada spiritual material, spiritual formal, spiritual normative dan spiritual spiritual. Mengenai pemahaman ruang, ruang material hanya dipahami oleh orang awam, orang-orang muda dan anak-anak. Cara mengenal ruang secara intuisi, cara mengekstensifkan yaitu dengan menggunakan bahasa analog, cara mengintensifkan yaitu menggunakan anstraksi dan reduksi. Kalau di ekstensifkan dalam bentuk analog maka ruang itu ruang material, kemudian kita menemukan bahwa ruang itu meliputi ruang material, ruang formal, dan ruang normative. Ruang normative ialah ruang di dalam pikiran sendiri-sendiri, yaitu bahwa ruang material, formal, normative, dan spiritual itu adalah ruang normative, hanya ada di dalam pikiran. Ruang itu sendiri adalah intuisi. Ruang materialpun sebetulnya hanya ada dalam pikiran. Maka intuisi dari ruang adalah intuisi dari intuisi. Maka kita masing-masing mempunyai ruang yang ada dan yang mungkin ada yang tak terhingga banyaknya. Setiap yang ada dan yang mungkin ada itu sebetulnya adalah ruang.
Ruang itu sebetulnya adalah wadah dan isi. Untuk memahami wadah maka pahamilah dengan isinya, untuk memahami isi maka pahamilah dengan wadahnya. Ruang itu sebetulnya adalah intuisi, kalau dia sebagai objek maka dia adalah wadah beserta isinya. Ruang tidak mungkin tidak punya isi, dan tidak mungkin tidak punya wadah. Sebenar-benar orang berilmu kalau dia sungkan terhadap ruang dan waktu.
Dalam ilmu pendidikan ruang dikatakan klasifikasi, dalam filsafat dikatakan kategori. Maka karakter matematika salah satunya ialah terampil menggolong-golongkan, karakter filsafat ialah paham akan kategori, kategori itu adalah ruang itu sendiri, ilmu adalah ilmu itu sendiri, tiada ilmu tanpa kategori. Sehingga setiap orang mempunyai ruang dan waktunya masing-masing meliputi yang ada dan yang mungkin ada, maka dikatakan ada  yang namanya standar (dalam politik pendidikan misalnya). Maka ada yang sama dalam pikiranmu dan pikiranku ialah yang sama meliputi karakter­-karakter ruang dan waktu, maka ada isomorpisme. Jikalau kemudian aku mampu membentuk suatu sistim di dalam pikiranku makan engkau pula mampu membentuk sistim berpikir, maka ada wadah dan isi yang sama antara diriku dan dirimu, itulah disebut isomorpisme. Pikiranku yang membangun sistim itu disebut arsitektur. Maka ada pola-pola hubungan atau interaksi antara ruang yang satu dan ruang yang lain. Maka yang menembus ruang dan waktu adalah dirimu, siapakah dirimu ternyata dirimu itu berdimensi. Dirimu secara material adalah dirimu yang kongkrit, dirimu secara formal adalah tulisanmu, dirimu secara normative adalah pikiranmu, dirimu secara spiritual adalah doa dan amal perbuatanmu.
Yang ada dan yang mungkin ada di dalam waktu bisa berurutan, berkelanjutan, dan bisa berkesatuan. Dan dalam ruang diaksiomakan sebagai n menuju tak berhingga. Intuisi bisa di awal, di tengah, dan di akhir. Maka intuisi orang-orang yang berpengalaman berbeda dengan intuisinya orang-orang yang tidak berpengalaman.
Da’jal adalah sistim yang tidak kita kehendaki. Kaum kapitalis itu sebenarnya da’jal bagi  yang menjunjung tinggi spiritualism. Karena kaum tersebut yang didalamnya ada kapitalis, pragmatism, utilitarial, dan hedonism itu empat serangkai yang meletakkan spiritual di tengah, maka ini tidak terkendali.
Pengertian stigma itu secara umum sebetulnya keadaan buruk yang menimpa kemudian kita tidak mau lagi mengingatnya. Contoh stigma yang pernah dialami bangsa Indonesia adalah penjajahan PKI. Ada subjek kuasa satu, subjek kuasa satu ini memerlukan filsafat untuk memperlancar tugas-tugasnya/ mempertahankan kekuasaannya. Begitu ada pergantian dari subjek satu ke subjek dua ada sesuatu yang berbeda, adanya ketidak adilan dari objek kuasa. Jadi stigma itu sebagai suatu filsafat, tapi filsafat yang sudah bermuatan motif tertentu.
Cara agar kita selalu mampu menyelaraskan ucapan perkataan dengan tindakan kita yaitu satukanlah hati, pikiran, ucapan dan tindakan di akhirat, selama di dunia kita hanya berusaha, kecuali para Nabi. Pikiran dengan perkataan saja beda, kata-kata itu merupakan reduksi dari pikiran kita, jadi tidak bisa dibandingkan pikiran yang banyaknya tak berhingga dengan kata-kata yang sangat terbatas banyaknya, tetapi dalam filsafat bukan seperti itu. Yang dimaksud adalah bagaimana kita bersikap bijaksana, maka orang yang bijaksana adalah orang yang berilmu. Jadi cara agar kita selalu mampu menyelaraskan ucapan perkataan dengan tindakan kita adalah carilah ilmu, karena hanya orang berilmulah yang bisa.
Intuisi dalam infinit regres adalah termasuk mempunyai kekuatan untuk mampu memahami, apa sebetulnya yang disebut dengan infinit regres. Infinit regres sebetulnya adalah lingkaran, tidak ada ujung dan akhirnya. Bagaimana caranya mengetahui? Yaitu dengan intuisi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar